Selasa, 10 Januari 2012

Askep Frambusia


BAB I
Pendahuluan
1.1   Latar Belakang
Penyakit ini merupakan penyakit yang berkaitan dengan kemiskinan dan hampir bisa dikatakan hanya menyerang mereka yang berasal dari kaum termiskin serta masyarakat kesukuan yang terdapat di daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau.
Pada awalnya, koreng yang penuh dengan organisme penyebab ditularkan melalui kontak dari kulit ke kulit, atau melalui luka di kulit yang didapat melalui benturan, gigitan, maupun pengelupasan. Pada mayoritas pasien, penyakit frambusia terbatas hanya pada kulit saja, namun dapat juga mempengaruhi tulang bagian atas dan sendi. Walaupun hampir seluruh lesi frambusia hilang dengan sendirinya, infeksi bakteri sekunder dan bekas luka merupakan komplikasi yang umum. Setelah 5 -10 tahun, 10 % dari pasien yang tidak menerima pengobatan akan mengalami lesi yang merusak yang mampu mempengaruhi tulang, tulang rawan, kulit, serta jaringan halus, yang akan mengakibatkan disabilitas yang melumpuhkan serta stigma social.
Beban Penyakit Selama periode 1990 an, frambusia merupakan permasalahan kesehatan masyarakat yang terdapat hanya di tiga negara di Asia Tenggara, yaitu India, Indonesia dan Timor Leste. Berkat usaha yang gencar dalam pemberantasan frambusia, tidak terdapat lagi laporan mengenai penyakit ini sejak tahun 2004. Sebelumnya, penyakit ini dilaporkan terdapat di 49 distrik di 10 negara bagian dan pada umumnya didapati pada suku ? suku didalam masyarakat. India kini telah mendeklarasikan pemberantasan penyakit frambusia dengan sasaran tidak adanya lagi laporan mengenai kasus baru dan membebaskan India bebas dari penyakit ini sebelum tahun 2008. yaitu Zeroincidence + No sero positive cases among < 5 children.
Di Indonesia, sebanyak 4.000 kasus tiap tahunnya dilaporkan dari 8 dari 30 provinsi. 95 % dari keseluruhan jumlah kasus yang dilaporkan tiap tahunnya dilaporkan dari empat provinsi :Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Papua dan Maluku. Pelaksanaan program pemberantasan penyakit ini sempat tersendat pada tahun-tahun terakhir, terutama disebabkan oleh keterbatasan sumber daya. Upaya-upaya harus diarahkan pada dukungan kebijakan dan perhatian yang lebih besar sangat dibutuhkan demi pelaksanaan yang lebih efektif dan memperkuat program ini.
Di Timor Leste, Frambusia dianggap penyakit endemic di 6 dari 13 distrik. Data yang dapat dipercaya tidak terdapat di negara ini. Pendekatan yang terpadu sedang direncanakan, dengan mengkombinasikan pemberantasan penyakit kaki gajah dan frambusia, serta pengontrolan cacing tanah. Sinergi program semacam ini merupakan pendekatan utama yang harus didukung.
Frambusia dapat diberantas karena penyakit ini dapat dideteksi dengan mudah oleh petugas kesehatan di klinik- klinik serta dapat disembuhkan dengan satu kali penyuntikan penisilin aksi lama. Secara geografis, penyakit ini hanya terbatas pada sebuah daerah yang terpencil dan terlokalisir di tempat tersebut. Memperkenalkan pemberantasan frambusia dapat menjadi pintu masuk untuk pemberian penanganan kesehatan primer ke dalam populasi yang termarjinalkan secara social dan terisolasi secara geografis.
Secara histories, penggunaan strategi yang meliputi pendeteksian kasus secara aktif dan penanganan tepat waktu dari kedua kasus ini serta kontak dengan keluarga penderita terbukti dapat memberantas penyakit ini. Pada akhirnya, pemberantasan frambusia dapat menurunkan angka kemiskinan dan memberdayakan masyarakat tradisional sehingga Negara-negara mampu mencapai Millenium Development Goals (MDGs) atau paling tidak mampu menyediakan akses ke kondisi kesehatan dan sanitasi pada tingkat dasar. Berdasarkan argument-argument ini, WHO telah mendeklarasikan bahwa pemberantasan frambusia merupakan prioritas untuk daerah Asia Tenggara, dan hal ini dapat diwujudkan.
Untuk menjalankan misi pemberantasan penyakit ini, WHO telah mempersiapkan kerangka kerja Regional Strategic Plan dan sebuah draft dokumen pendukung untuk mobilitas sumber daya. Regional Strategic Plan 2006 -2010 telah diselesaikan dalam sebuah pertemuan yang diadakan di Bali, Indonesia pada bulan Juli 2006 dan kerangka kerja National Strategic Plan untuk Indonesia dan Timor  Leste telah dibuat.Dengan pendeklarasian pemberantasan frambusia di India, Indonesia dan Timor Leste diharapkan meningkatkan upaya-upaya untuk memberantas penyakit frambusia. Kedua negara ini akan membutuhkan dukungan sumber daya dan teknis untuk memberantas penyakit frambusia sebelum tahun 2010.
Strategi-strategi untuk mencapai pemberantasan penyakit ini meliputi pendeteksian kasus secara aktif di daerah- daerah yang terjangkiti penyakit ini ; pengobatan yang tepat, serta pemberian penisilin dosis tunggal ; pelatihan tenaga medis di daerah - daerah yang terjangkiti mengenai diagnosa, penanganan, pencegahan, dan pengontrolan penyakit ini ; advokasi dan kampanye IEC guna menciptakan kesadaran masyarakat dan dukungan administrative, program pemantauan regular, dan peningkatan kerja sama.
Guna mencapai tujuan pemberantasan ini, kedua negara ini membutuhkan komitmen politik dan dukungan kebijaksanaan, pengerahan sumber daya yang memadai, dan peningkatan dukungan teknis untuk memperkuat program ini, serta pelaksanaan strategi dan yang berkesinambungan dan dinamis.



BAB II
FRAMBUSIA
2.1. Pengertian
Frambusia adalah penyakit menular, kumat-kumatan, bukan termaksud penyakit menular venerik, yang disebabkan oleh Treponema  palidum subs. pertinue dengan gejala utama pada kulit dan tulang.
Penyakit framboesia atau patek adalah suatu penyakit kronis, relaps (berulang). Dalam bahasa Inggris disebut Yaws, ada juga yang disebut Frambesia tropica dan dalam bahasa Jawa disebut Pathek. Di zaman dulu penyakit ini amat populer karena penderitanya sangat mudah ditemukan di kalangan penduduk. Di Jawa saking populernya telah masuk dalam khasanah bahasa Jawa dengan istilah “ora Patheken”. Framboesia termasuk penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat karena penyakit ini terkait dengan, sanitasi lingkungan yang buruk, kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan diri, kurangnya fasilitas air bersih, lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas kesehatan umum yang memadai, apalagi di beberapa daerah, pengetahuan masyarakat tentang penyakit ini masih kurang karena ada anggapan salah bahwa penyakit ini merupakan hal biasa dan alami karena sifatnya yang tidak menimbulkan rasa sakit pada penderita..

2.2. Epidemiologi
Endemis epidemiologi penyakit ini terdapat di daerah beriklim panas di Asia Tenggara dan Selatan, termaksud Indonesia dan suku-suku terasing diAustralia bagian utara, Afrika serta Amerika Latin.
Pada tahun 1957, Frambusia di Indonesia tercatat sebanyak 1.369.082 penderita dan pada tahun 1976 pernah dinyatakan bebas dari Frambusia, tetapi kenyataan di tempat-tempat yang terpencil dan jauh dari kota-kota besar masih sering ditemukan.
Frambusia terutama menyerang anak-anak yang tinggal di daerah tropis di pedesaan yang panas, lembab, ditemukan pada anak-anak umur antara 2–15 tahun lebih sering pada laki-laki. Prevalensi frambusia secara global menurun drastis setelah dilakukan kampanye pengobatan dengan penisilin secara masal pada tahun 1950-an dan 1960-an sehingga menekan peningkatan kasus frambusia, namun kasus frambusia mulai ditemukan lagi di sebagian besar daerah khatulistiwa Afrika Barat dengan penyebaran infeksi tetap berfokus di daerah Amerika Latin, Kepulauan Karibia, India dan Thailand Asia Tenggara dan Kepulauan Pasifik Selatan, Papua New Guinea, kasus frambusia selalu berubah sesuai dengan perubahan iklim. Di daerah endemik frambusia prevalensi infeksi meningkat selama musim hujan. Menurut WHO (2006) bahwa kasus frambusia di Indonesia pada tahun 1949 meliputi NAD, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Jawa (Jawa Timur) dan sebagian besar Wilayah Timur Indonesia yang meliputi Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua.
Penurunan prevalensi Frambusia secara bermakna terjadi pada tahun 1985 sampai pada tahun 1995 dengan prevalensi rate frambusia turun secara dramatis dari 22,1 (2210 per 10.000 penduduk) menjadi kurang dari 1 per 10.000 penduduk di daerah kabupaten dan propinsi, strategi pencapaian target secara nasional Departemen Kesehatan yaitu jumlah frambusia kurang dari 0,1 kasus per 100.000 penduduk di Wilayah Jawa dan Sumatera, lebih dari 1 kasus  per 100.000 penduduk di Wilayah Indonesia Timur (Papua, Maluku, NTT dan Sulawesi). Untuk menjangkau daerah-daerah kantong frambusia yang jumlahnya tersebar di beberapa Propinsi dan beberapa Kabupaten di Indonesia maka dilakukan survey daerah kantong frambusia yang dimulai tahun 2000. Propinsi yang masih mempunyai banyak kantong frambusia diprioritaskan untuk dilakukan sero survei, yaitu NAD, Jambi, Jawa Timur, Banten, Sulawesi Tenggara dan NTT. Hal ini di pengaruhi oleh 3 faktor yang penting, yaitu faktor host (manusia), agent (vector) dan environtment (lingkungan) termasuk di dalam faktor host yaitu  pengetahuan, sikap dan perilaku perorangan. (Depkes,  2004).

2.3. Penyebab
Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treponema pallidum sub spesies pertenue (merupakan saudara dari Treponema penyebab penyakit sifilis), penyebarannya tidak melalui hubungan seksual, yang dapat mudah tersebar melalui kontak langsung antara kulit penderita dengan kulit sehat. Penyakit ini tumbuh subur terutama didaerah beriklim tropis dengan karakteristik cuaca panas, banyak hujan, yang dikombinasikan dengan banyaknya jumlah penduduk miskin, sanitasi lingkungan yang buruk, kurangnya fasilitas air bersih, lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas kesehatan umum yang memadai.


Penularan  penyakit  frambusia  dapat  terjadi  secara langsung maupun tidak langsung (Depkes,2005), yaitu :
·         Penularan secara langsung (direct contact) .
Penularan penyakit frambusia banyak terjadi secara langsung dari penderita ke orang lain. Hal ini dapat terjadi jika jejas dengan gejala menular (mengandung Treponema pertenue) yang terdapat pada kulit seorang penderita bersentuhan dengan kulit orang lain yang ada lukanya. Penularan mungkin juga terjadi  dalam persentuhan antara jejas dengan gejala menular dengan selaput lendir.
·          Penularan secara tidak langsung (indirect contact) .
Penularan secara tidak langsung mungkin dapat terjadi dengan perantaraan benda atau serangga, tetapi hal ini sangat jarang. Dalam persentuhan antara jejas dengan gejala menular dengan kulit (selaput lendir) yang luka, Treponema pertenue yang terdapat pada jejas itu masuk ke dalam kulit melalui luka tersebut.  Terjadinya infeksi yang diakibatkan oleh masuknya Treponema partenue dapat mengalami 2 kemungkinan:
a         Infeksi effective.  Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit berkembang biak, menyebar di dalam tubuh dan menimbulkan gejala-gejala penyakit. Infeksi effective dapat terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit cukup virulen dan cukup banyaknya dan orang yang mendapat infeksi tidak kebal terhadap penyakit frambusia.
b         Infeksi ineffective. Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak dapat berkembang biak dan kemudian mati tanpa dapat menimbulkan gejala-gejala penyakit. Infeksi effective dapat terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak cukup virulen dan tidak cukup banyaknya dan orang yang mendapat infeksi mempunyai kekebalan terhadap penyakit frambusia (Depkes, 2005).





Framboesia berdasarkan karakteristik Agen :
1.       Infektivitas dibuktikan dengan kemampuan sang Agen untuk berkembang biak di dalam jaringan penjamu.
2.       Patogenesitas dibuktikan dengan perubahan fisik tubuh yaitu terbentuknya benjolan-benjolan kecil di kulit yang tidak sakit dengan permukaan basah tanpa nanah.
3.       Virulensi penyakit ini bisa bersifat kronik apabila tidak diobati, dan akan menyerang dan merusak kulit, otot serta persendian sehingga menjadi cacat seumur hidup. Pada 10% kasus frambusia, tanda-tanda stadium lanjut ditandai dengan lesi yang merusak susunan kulit yang juga mengenai otot dan persendian.
4.       Toksisitas yaitu dibuktikan dengan kemampuan Agen untuk merusak jaringan kulit dalam tubuh penjamu.
5.       Invasitas dibuktikan dengan dapat menularnya penyakit antara penjamu yang satu dengan yang lainnya.
6.       Antigenisitas yaitu sebelum menimbulkan gejala awal Agen mampu merusak antibody yang ada di dalam sang penjamu.
Jenis klasifikasi penyakit framboesia yaitu penyakit menular melalui :
1.    Dapat menular melalui air yaitu terbukti dengan banyaknya para penderita penyakit Framboesia di daerah yang sanitasi air dan lingkungannya tidak terjaga atau kotor yang dapat memungkinkan Agen untuk berkembang biak dan menulari Penjamu.
2.    Dapat menular melalui kulit yaitu dengan melakukan kontak langsung penderita yang dimana si Agen berkembang biak di si penderita.








2.4. Tanda dan gejala
gejala klinis terdiri atas 3 Stadium yaitu :
·      Stadium I : Stadium ini dikenal juga stadium menular. Masa inkubasi rata-rata 3 minggu atau dalam kisaran 3-90 hari. Lesi initial berupa papiloma pada port d’ entre yang berbentuk seperti buah arbei, permukaan basah, lembab , tidak bernanah, sembuh spontan tanpa meninggalkan bekas, kadang-kadang disertai peningkatan suhu tubuh, sakit kepala, nyeri tulang dan persendian kemudian, papula-papula menyebar yang sembuh setelah 1-3 bulan. Lesi intinial berlangsung beberapa minggu dan beberapa bulan kemudian sembuh. Lesi ini sering ditemukan disekitar rongga mulut, di dubur dan vagina, dan  mirip  kandilomatalata pada sipilis. Gejala ini pun sembuh tanpa meninggalkan parut, walaupun terkadang dengan pigmentasi. selain itu terdapat semacam papiloma pada tapak tangan atau kaki, dan biasanya lembab. Gejala pada kulit dapat berupa macula, macula papulosa, papula, mikropapula, nodula, tanpa menunjukan kerusakan struktur pada lapisan epidermis serta tidak bereksudasi. Bentuk lesi primer ini adalah bentuk yang menular.
·      Stadium II atau masa peralihan : pada stadium ini, di tempat lesi ditemukan treponema palidum pertinue. Treponema positif ini terjadi setelah beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah stadium I. Pada stadium ini frambusia tidak menular dengan bermacam-macam bentuk gambaran klinis, berupa hyperkeratosis. Kelainan pada tulang dan sendi sering  mengenai jari-jari dan tulang ekstermitas, yang dapat mengakibatkan terjadi atrofi kuku dan deformasi ganggosa, yaitu suatu kelainan berbentuk nekrosis serta dapat menyebabkan kerusakan pada tulang hidung dan septum nasi  dengan gambaran-gambaran hilangnya bentuk hidung, gondou ( suatu bentuk ostitis hipertofi ), meskipun jarang dijumpai. Kelainan sendi, hidrartosis, serta junksta artikular nodular ( nodula subkutan, mudah bergerak, kenyal, multiple), biasanya ditemukan di pergelangan kaki dekat kaput fibulae, daerah akral atau plantar dan palmar.
·      Stadium III : Pada stadium ini , terjadi guma atau ulkus-ulkus indolen dengan tepi yang curam atau bergaung, bila sembuh, lesi ini meninggalkan jaringan parut, dapat membentuk keloid dan kontraktur. Bila terjadi infeksi pada tulang dapat mengakibatkan kecacatan dan kerusakan pada tulang. Kerusakan sering terjadi pada palatum, tulang hidung, tibia.


1.    Tahap Prepatogenesis
Pada tahap ini penederita belum menunjukan gejala penyakit. Namun, tidak menutup kemungkinan si penyakit telah ada dalam tubuh si penderita.
2.    Tahap Inkubasi
Tahap inkubasi Framboesia adalah dari 2 sampai 3 minggu
3.    Tahap Dini
Terbentuknya benjolan-benjolan kecil di kulit yang tidak sakit dengan permukaan basah tanpa nanah.
4.    Tahap Lanjut
Pada gejala lanjut dapat mengenai telapak tangan, telapak kaki, sendi dan tulang, sehingga mengalami kecacatan. Kelainan pada kulit ini biasanya kering, kecuali jika disertai infeksi (borok).
5.    Tahap Pasca Patogenesis
Pada tahap ini perjalanan akhir penyakit hanya mempunyai tiga kemungkinan yaitu :
a      Sembuh dengan cacat penyakit ini berakhir dengan kerusakan kulit dan tulang di daerah yang terkena dan dapat menimbulkan kecacatan 10-20 %  dari penderita
b      Karier tubuh penderita pulih kembali, namun bibit penyakit masih tetap ada dalam tubuh.
c      Penyakit tetap berlangsung secara kronik yang jika tidak diobati akan menimbulkan cacat kepada si penderita.










2.5. Patofisiologi
Frambusia di sebabkan oleh Treponemaa Pallidum, yang disebabkan karena kontak langsung dengan penderita ataupun kontak tidak langsung. Treponema palidum ini biasanya menyerang kulit dan tulang.
Pada awal terjadinya infeksi, agen akan berkembang biak didalam jaringan penjamu, setelah itu akan muncul lesi intinal berupa papiloma yang berbentuk seperti buah arbei, yang memiliki permukaan yang basah,  lembab, tidak bernanah dan tidak sakit, kadang disertai dengan peningkatan suhu tubuh, sakit kepala, nyeri tulang  dan persendian. Apabila tidak segera diobati agen akan menyerang dan merusak kulit, otot, serta persendian. Terjadinya kelainan tulang dan sendi sering mengenai jari-jari dan tulang ektermitas yang menyebabkan atrofi kuku dan deformasi ganggosa yaitu suatu kelainan berbentuk nekrosis serta dapat menyebabkan kerusakan pada tulang hidung dan septum nasi dengan gambaran-gambaran hilangnya hilangya bentuk hidung. Kelainan pada kulit adanya ulkus-ulkus yang meninggalkan jaringan parut dapat membentuk keloid dan kontraktur.
Klasifikasi Frambusia terdiri dari 4 (empat) tahap meliputi:
·      pertama (primary stage) berbentuk bekas untuk berkembangnya bakteri frambusia;
·       secondary stage terjadi lesi infeksi bakteri treponema pada kulit;
·      latent stage bakteri relaps atau gejala hampir tidak ada;
·      tertiary stage luka dijaringan kulit sampai tulang kelihatan, (Smith, 2006 ; Greenwood, et al, 1994 ; Bahmer, et al 1990 ; Jawetz, et al., 2005).













Frambusia

            Kontak langsung                                                kontak tak langsung

Treponema pallidum sub spesies pertenue

Infeksi

Kulit                                                       tulang & persendian
Rounded Rectangle: kerusakan intergritas kulit                                                            (Jari-jari dan tulang ektermitas)
Lesi                                    
                                       Atrofi kuku          deformasi gangosa       atrofi tulang
         Papula
Rounded Rectangle: Kurang pengetahuanRounded Rectangle: Resiko terjadinya infeksi                                                          Kerusakan tulang hidung     kecacatan
Rounded Rectangle: Gangguan mobilisasi         ulkus-ulkus                                                   & septum nasi
               
                              keloid                                               Hilangnya bentuk hidung

Rounded Rectangle: Gangguan citra tubuh
Rounded Rectangle: Ansietas
 







                           

Kemiskinan Sanitas              lingkungan Kurang                          air bersih
      Frambusia
Treponema Palidum Sub Pernetue
         Infeksi
Kulit                                                                Tulang & sendi

                   Lesi intinial                                 Atrofi Kuku       Kerusakan      Atrofi Tlg
              ( Rongga mulut, dubur dan vagina )                                   tulang       
Rounded Rectangle: Kerusakan intagritas kulit               Kecacatan
            Papiloma                                           Paltum      tulang hidung         tibia
Rounded Rectangle: GG mobilisasi             (Tapak tangan & kaki ) 
                                                                                                    Deformasi Ganggosa                                
Mikropula
Rounded Rectangle: Resiko terjadi infeksiHilangnya tulang hidung               
Rounded Rectangle: AnsietasRounded Rectangle: Gg citra tubuh               Nodular

Junskta Artikular           Hyperkeratosis
        nodular
                 Guma/ulkus-ulkus nodulen      
Rounded Rectangle: kurang pengetahuan                          Keloid





2.6. Pemeriksaan Diagnosis

Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan treponema, VDRL, TPHA, dan pada keadaan tertentu, diperlukan pemeriksaan patologi. Mikroskop pandangan gelap, pada fase dini, diperlukan untuk pemeriksaan treponema. Dapat pula diaplikasikan pengecatan giemsa, Ziel-Nelson atauu tinta Hindia untuk pemeriksaan Burry.
Menurut  Noordhoek, et al, (1990) diagnosa dapat ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskop lapangan gelap atau pemeriksaan mikroskopik langsung FA (Flourescent Antibody) dari eksudat yang berasal dari lesi primer atau sekunder. Test serologis nontrepanomal untuk sifilis misalnya VDRL (venereal disease research laboratory), RPR (rapid plasma reagin) reaktif pada stadium awal penyakit menjadi non reaktif setelah beberapa tahun kemudian, walaupun tanpa terapi yang spesifik, dalam beberapa kasus penyakit ini memberikan hasil yang terus reaktif pada titer rendah seumur hidup. Test serologis trepanomal, misalnya FTA-ABS (fluorescent trepanomal antibody – absorbed), MHA-TP (microhemag-glutination assay for antibody to t. pallidum) biasanya tetap reaktif seumur hidup.

2.7. Pengobatan
Benzatin penisilin diberikan dalam dosis 2, 4 juta unit untuk orang dewasa dan untuk 1,2 juta uunit anak-anak. Hingga saat ini , penisilin merupakan obat pilihian, tetapi bagi mereka yang peka dapat diberikan tetrasiklin atau eritromisin 2 gr / hari selama 5-10 hari.
Menurut Departemen Kesehatan RI, (2004) dan (2007) bahwa pilihan pengobatan utama adalah benzatin penicilin dengan dosis yang sama, alternatif pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian tetrasiklin, doxicicline dan eritromisin. Anjuran pengobatan secara epidemiologi untuk frambusia adalah sebagai berikut :
·      Bila sero positif  >50%  atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun >5% maka seluruh penduduk diberikan pengobatan.
·      Bila sero positif 10%-50% atau prevalensi penderita di suatu desa 2%-5% maka penderita, kontak, dan seluruh usia 15 tahun atau kurang diberikan pengobatan
·      Bila sero positif kurang 10% atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun < 2% maka penderita, kontak serumah dan kontak erat diberikan pengobatan
·      Untuk anak sekolah setiap penemuan kasus dilakukan pengobatan  seluruh murid dalam kelas yang sama. Dosis dan cara pengobatan sbb:
Pilihan utama
Umur
Nama obat
Dosis
Pemberian
Lama pemberian
< 10 thn
Benz.penisilin
600.000 IU
IM
Dosis Tunggal
≥ 10 tahun
Benz.penisilin
1.200.000 IU
IM
Dosis Tunggal
Alternatif
< 8 tahun
Eritromisin
30mg/kgBB bagi 4 dosis
Oral
15 hari
8-15 tahun
Tetra atau erit.
250mg,4×1 hri
Oral
15 hari
>8 tahun
Doxiciclin
2-5mg/kgBB bagi 4 dosis
Oral
15 hari
Dewasa
100mg 2×1 hari
Oral
15 hari
Keterangan : Tetrasiklin atau eritromisin diberikan kepada penderita frambusia yang alergi terhadap penicillin. Tetrasiklin tidak diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui atau anak dibawah umur 8 tahun

2.8. Diagnosa Keperawatan
Ø  Kerusakan integritas kulit b/d adanya lesi
Ø  Resiko terjadi infeksi b/d kerusakan pada kulit, pertahanan tubuh menurun.
Ø  Gangguan mobilisasi b/d kecacatan
Ø  Gangguan citra tubuh  b/d perubahan postur tubuh
Ø  Ansietas b/d perubahan kesehatan.
Ø  Kurang pengetahuan b/d kurang informasi terhadap perawatan kulit




Tabel Asuhan keperawatan Klien dengan Frambusia

No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Perencanaan keperawatan
Intervensi
Rasional
1
·     Kerusakan integritas kulit b/d adanya lesi

·         Tujuan: untuk memelihara integritas kulit/mencapai penyembuhan tepat waktu

·         Kaji kulit setiap hari. Catat warna, turgor, sirkulasi, dan sensasi. Amati perubahan lesi
·         Pertahankan hygiene kulit. Misalnya dengan membasuh dan mengeringkannya dengan hati-hati dan melakukan masase dengan menggunakan lotion atau krim
·         Gunting kuku secara teratur

·         Kolaborasi pemberian obat topical atau sistemik

·         Kolaborasi pemberian salep antibiotik untuk melindungi lesi
·         Menentukan garis dasar dimana terjadi perubahan pada status

·         Masase meningkatkan sirkulasi kulit dan menambah kenyamanan



·         Kuku yang panjang/kasar menimbulkan resiko kerusakan kulit

·         Digunakan pada perawatan lesi kulit

·         Melindungi area dari kontaminasi bakteri dan meningkatkan penyembuhan
2
·  Gangguan mobilisasi b/d kecacatan

·     Mobilisasi fisik terpenuhi,
·      Kaji ketidakmampuan bergerak klien yang diakibatkan oleh prosedur pengobatan dan catat persepsi klien terhadap immobilisasi.
.
·      Tingkatkan ambulasi klien seperti mengajarkan menggunakan tongkat dan kursi roda.

·      Ganti posisi klien setiap 3 – 4 jam secara periodic

·      Bantu klien mengganti posisi dari tidur ke duduk dan turun dari tempat tidur.
·      Dengan mengetahui derajat ketidakmampuan bergerak klien dan persepsi klien terhadap immobilisasi akan dapat menemukan aktivitas mana saja yang perlu dilakukan.
·      Dengan ambulasi demikian klien dapat mengenal dan menggunakan alat-alat yang perlu digunakan oleh klien dan juga untuk memenuhi aktivitas klien
·      Pergantian posisi setiap 3 – 4 jam dapat mencegah terjadinya kontraktur.
·      Membantu klien untuk meningkatkan kemampuan dalam duduk dan turun dari tempat tidur.
3
·   Gangguan citra tubuh b/d perubahan postur tubuh

·  Pasien dapat mengembangkan peningkatan penerimaan diri
·         Kaji adanya gangguan pada citra diri pasien (menghindari kontak mata, ucapan yang merendahkan diri sendiri, ekspresi perasaan muak pada kondisi kulit
·         Berikan kesempatan untuk pasien mengungkapkan. Dengarkan dengan cara yang terbuka dan tidak menghakimi untuk mengekspresikan berduka atau ansietas tentang perubahan citra tubuh
·         Bersikap realistis selama pengobatan, pada penyuluhan kesehatan

·         Jangan memberikan keyakinan yang salah





·         Dorong interaksi keluarga dan dengan rehabilitasi
·         Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit atau keadaan byata bagi pasien. Kesan seseorang terhadap dirinya sendiri akan berpengaruh pada dirinya sendiri
·         Pasien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami. Mendukung upaya pasien untuk memperbaiki citra diri


·         Meningkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan antara pasien dengan perawat
·         Meningkatkan perilaku positif dan memberikan kesempatan untuk menyusun tujuan dan rencana untuk masa depan berdasarkan realita
·         Mempertahankan pola komunikasi dan memberikan dukungan terus-menerus pada pasien dan keluarga
4
·     Resiko terjadi infeksi b/d kerusakan pada kulit, pertahanan tubuh menurun
·  Mencapai penyembuhan tepat waktu, tanpa komplikasi
·         Ukur tanda-tanda vital termasuk suhu





·         Tekankan pentingnya tekhnik mencuci tangan yang baik untuk semua individu yang kontak dengan pasien
·         Gunakan sapu tangan, masker dan tekhnik aseptic selama perawatan dan berikan pakaian yang steril atau baru
·         Observasi lesi secara periodic
·         Berikan lingkungan yang bersih dan berventilasi baik. Periksa pengunjung atau staf terhadap tanda infeksi dan pertahankan  kewaspadaan sesuai indikasi
·         Kolaborasi pemberian preparat antibiotic dengan dokter
·         Memberikan informasi data dasar. Peningkatan suhu secara berulang-ulang dari demam yang terjadi untuk menunjukkan pada tubuh bereaksi pada proses infeksi yang baru.
·         Mencegah kontaminasi silang, menurunkan resikoinfeksi

·         Mencegah terpajan pada organism infeksius


·         Untuk mengetahui perubahan respon terhadap terapi
·         Mengurangi pathogen pada system integument dan mengurangi kemungkinan pasien mengalami infeksi nosokomial.
·         Membunuh atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme penyebab infeksi
5
·     Ansietas b/d perubahan kesehatan
·  Pasien dapat menunjukkan penurunan ansietas sehingga dapat menerima perubahan status kesehatannnya dengan cara sehat
·         Berikan penjelasan yang sering dan informasi tentang prosedur perawatan

·         Libatkan pasien atau orang yang terdekat dalam proses pengambilan keputusan
·         Kaji status mental terhadap penyakit



·         Berikan orientasi konstan dan konsisten

·         Dorong pasien untuk bicara tentang penyakitnya


·         Jelaskan pada pasien apa yang terjadi. Berikan kesempatan untuk bertanya dan berikan jawaban terbuka atau jujur

·         Identifikasi metode koping atau penangan siuasi stress sebelumnya
·         Dorong keluarga dan orang yang terdekat untuk mengunjungi dan mendiskusikan yang terjadi pada keluarga. Mengingatkan pasien kejadian masa lalu dan akan dating
·         Kolaborasi sedative ringan sesuai indikasi
·         Pengetahuan diharapkan menurunkan ketakutan dan ansietas, dan memperjelas kesalahan konsep dan meningkatkan kerja sama
·         Meningkatkan rasa control dan kerja sama, menurunkan perasaan tak berdaya atau putus asa
·         Pada awalnya pasien dapat menggunakan penyangkalan untuk meurunkan dan menyaring informasi secara keseluruhan.
·         Membantu pasien tetap berhubungan dengan lingkungan dan realitas.
·         Pasien perlu membicarakan apa yang terjadi terus-menerus untuk membantu beberapa rasa terhadap situasi apa yang menakutkan
·         Pernyataan kompensasi menujukkan realitas situasi yang dapat membantu pasien atau orang yang terdekat menerima realita dan mulai menerima apa yang terjadi
·         perilaku masa lalu yang berhasil dapat digunakan untuk membantu situasi saat ini
·         mempertahankan kontak dengan realitas keluarga, membuat rasa kedekatan dan kesinambunga hidup.

·         Obat ansietas diperlukan untuk periode singkat sampai pasien lebih stabil secara psikis
6
· Kurang pengetahuan b/d kurang informasi terhadap perawatan kulit

·  Pasien mendapatkan informasi yang adekuat tentang perawatan kulit
·         Tentukan apakah pasien mengetahui tentang kondisi dirinya
·         Pantau agar pasien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan persepsi informasi
·         Berikan informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan.
·         Jelaskan penatalaksanaan minum obat: dosis, frekuensi, tindakan, dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama
·         Dorong pasien agar mendapat status nutrisi yang sehat






·         Tekankan perlunya atau pentingnya mengevaluasi perawatan atau rehabilitasi
·         Memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan
·         Pasien harus memiliki perasaan bahwa ada sesuatu yang dapat di perbuat

·         Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien
·         Meningkatkan partisipasi pasien, memahami aturan terapi dan mencegah putus obat

·         Penampakkan kulit mencerminkan kesehatan umum seseorang. Perubahan kulit dapat menandakan  status nutrisi yang abnormal. Nutrisi yang optimal meningkatkan regenerasi jaringan dan penyembuhan umum kesehatan
·         Dukungan jangka panjang dengan evaluasi ulang continue dan perubahan terapi dibutuhkan untuk penyembuhan optimal